LPSK Dorong Kejagung Rekomendasikan Saksi JC Kasus ASABRI

jawapos.com 2021/02/04 13:00

Ilustrasi ASABRI (MIFTAHULHAYAT/JAWA POS)

JawaPos.com – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk merekomendasikan sejumlah saksi yang memiliki keterangan penting dalam kasus dugaan korupsi PT ASABRI. Hal ini penting untuk mengembalikan kerugian negara dalam kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 23 triliun.

“LPSK berharap muncul justice collaborator (JC) dari kasus yang sedang mendapat sorotan masyarakat ini. LPSK akan siap memberikan perlindungan sesuai dengan UU Nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,” kata Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution dalam keterangannya, Kamis (4/2).

Meneger memastikan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kejagung terkait perlindungan terhadap sejumlah saksi sambil terus memonitor perkembangan kasus dugaan korupsi PT ASABRI. Terlebih kasus ini menjadi perhatian publik.

“Mengingat nilai korupsi yang sangat fantastis, LPSK berharap skandal ini bisa terkuak seluruhnya,” tegas Maneger.

Maneger menyebut, dugaan nilai kerugian yang besar, kasus korupsi Asabri melibatkan banyak aktor yang memiliki kekuatan besar. Menurutnya, saksi maupun JC memiliki andil besar untuk memberi petunjuk kepada penyidik.

“Tingkat ancaman jiwa untuk saksi maupun JC juga pasti sangat tinggi, disitulah LPSK akan berperan,” cetus Maneger.

Untuk mengajukan diri menjadi JC dan mendapat perlindungan dari LPSK, sambung Maneger, terdapat syarat yang harus dipenuhi. Beberapa syarat di antaranya, tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan Keputusan LPSK.

Syarat lainnya, sifat penting keterangan yang diberikan, bukan sebagai pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapnya. Serta bersedia mengembalikan aset yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan dan dinyatakan dalam pernyataan tertulis dan adanya ancaman yang nyata.

Penyidik Jam Pidsus Kejagung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka terkait kasus korupsi PT ASABRI, antara lain dua mantan Direktur Utama ASABRI Mayjen (Purn) Adam Rachmat Damiri dan Letjen (Purn) Sonny Widjaya, Direktur Utama PT Prima Jaringan Lukman Purnomosidi, mantan Direktur Keuangan ASABRI Bachtiar Effendi, mantan Direktur ASABRI Hari Setiono, dan mantan Kepala Divisi Investasi ASABRI Ilham W Siregar.

Serta dua tersangka dalam kasus ini, sama dengan terdakwa dalam megakorupsi pada Asuransi Jiwasraya, yakni Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk, Benny Tjokrosaputro dan Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan, pada 2012-2019 Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan, serta Kadiv Investasi PT. ASABRI bersama-sama telah melakukan kesepakatan dengan pihak di luar PT. ASABRI yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun manajer investasi yaitu HH, BTS, dan LP, untuk membeli atau menukar saham dalam portofolio PT. ASABRI dengan saham-saham milik HH, BTS, dan LP dengan harga yang telah dimanipulasi menjadi tinggi.

“Dengan tujuan agar kinerja portofolio PT. ASABRI terlihat seolah-olah baik,” beber Leonard.

Setelah saham-saham tersebut menjadi milik PT. ASABRI, sambung Leonard, kemudian saham-saham tersebut ditransaksikan atau dikendalikan oleh pihak HH, BTS, dan LP berdasarkan kesepakatan bersama dengan Direksi PT. Asabri, sehingga seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi dan likuid.

“Padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu dan menguntungkan pihak HH, BTS dan LP serta merugikan investasi atau keuangan PT. Asabri, karena PT. ASABRI menjual saham-saham dalam portofolionya dengan harga dibawah harga perolehan saham-saham tersebut,” beber Leonard.

Akibat perbuatan tersebut, PT. ASABRI diduga mengalami kerugian negara hingga Rp 23.739.936.916.742,58. Hal ini diketahui berdasarkan penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP

Serta melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Berita dengan kategori